Perpindahan seseorang dari zona pembelajaran yang nyaman ke wilayah pengabdian yang kompleks dengan tantangan akan menimbulkan reaksi yang berbeda. Bisa saja yang muncul adalah pribadi yang kuat karena tempaan di wilayah sebelumnya dan berhasil, sungguh inilah sebuah harapan atau perubahan menjadi pribadi lebur yang tidak menghasilkan apapun karena menyerah pada keadaan, mengecewakan. Hal yang tidak kalah mengkhawatirkan adalah pribadi yang berpikir bahwa ia adalah sosok yang dewasa, berilmu dan mampu berkontribusi pada sekitar tanpa melupakan prinsipnya, padahal yang terjadi adalah sebaliknya, ia tertipu.
Kemampuannya berinteraksi dengan dunia luar dengan fleksibel menimbulkan rasa bangga akan ilmu yang sudah didapat dan tidak perlu banyak pembelajaran lagi. Ketaatannya pada prinsip melegitimasi dirinya tak mengapa melanggar hal-hal yang cabang dengan alasan fleksibilitas tadi. Banyaknya pengabdian dan ketertarikan sekitar padanya, menimbulkan keengganan mendengar nasehat dan memberikan apologi tak masalah berprasangka serta menghakimi orang lain bahkan pada saudara seperjuangan sendiri yang (dianggap) tidak lebih bermanfaat dari dirinya. Keyakinannya pada sebuah kebenaran justru memudahkan baginya untuk berpikir, merasakan, berucap, mendengar dan bertindak salah dan tidak seharusnya dilakukan karena merasa Alloh SWT mencintai kebenaran dalam dirinya. Sungguh naïf mengira teguran adalah sebuah cobaan dan mengira hukuman adalah sebuah ujian. Maka wajarlah jika apa yang dibanggakan tidak cukup membuat hidupnya tenang dan berkah.
Kesombongan adalah akar dari sikap-sikap yang muncul tadi. Berawal dari bangga terhadap diri sendiri, menganggap remeh orang lain dan merasa cukup dengan (ilmu dan iman) yang dimiliki. Bukankah Alloh SWT telah memperingatkan akan bahaya sikap ghurur? Bukankah Rosulullah SAW memperingatkan akan dosa besar yang muncul dari tumpukan dosa-dosa kecil? Tidakkah kita tahu bahwa sombong dan bangga diri adalah sikap yang dibenci Alloh? Bukankah seseorang tidak dinilai parsial dari dirinya? Lupakah bahwa kasih sayang Alloh adalah hak Nya yang tidak semata-mata turun karena apa yang diperbuat hambaNya. Sungguh, Alloh lah yang Maha Tahu dan Menilai keimanan hambaNya.
Namun janganlah berputus asa untuk merubah keadaan, kembali kepada kesadaran diri sendiri, karena pembelajar sejati tak akan pernah berhenti, pejuang sejati tak kan pernah mati. Ilmu adalah bekal namun iman selalu butuh penjagaan, karena keadaannya yang bisa naik bisa saja turun, sedangkan syaithon tak akan pernah berhenti menghembuskan pengaruhnya dari berbagai penjuru. Perbanyak ibadah dan doa pada Alloh SWT dan temuilah orang-orang sholeh untuk meluluhkan keangkuhan diri.
Wallahu alam bishowab.
Sebuah teguran untuk diri sendiri dari seorang sahabat. Terimakasih untuk hadir.
Solo, miss you much. :”(
No comments:
Post a Comment